- Details
-
Published: Tuesday, 20 September 2016 08:38
-
Written by Admin Setting
EBTKE--Pemerintah bakal memberikan subsidi listrik dari pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) sebesar Rp 520 miliar pada tahun depan. Rencana ini telah disetujui oleh Komisi VII DPR RI.
Direktur Aneka Energi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Maritje Hutapea mengatakan, subsidi listrik bagi PLTMH ini diberikan guna mengakhiri polemik keengganan PT PLN (Persero) membeli listrik sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No 19 Tahun 2015. Pihaknya menghitung bakal ada 84 PLTMH yang membutuhkan subsidi senilai Rp 520 miliar pada tahun depan.
Meski sempat mengkritik keras, sebut dia, DPR akhirnya menyetujui subsidi bagi PLTMH ini. “Setelah ada subsidi, tidak ada alasan bagi PLN untuk tidak mengimplementasikan Permen 19/2015,” kata dia dalam pertemuan dengan media di Jakarta, akhir pekan lalu.
Maritje menjelaskan, sesuai Permen 19/2015, listrik PLTMH dipatok pada harga kisaran US$ 10,8 sen hingga US$ 13 sen per kilowatt hour (kWh) dari tahun pertama sampai ke-8 dan US$ 6,75 sen-8 sen pada tahun ke-9 hingga ke-20. Harga listrik itu masih dikalikan faktor F di mana semakin timur lokasi pembangkit, maka harga listrik akan semakin tinggi.
Namun pada saat itu, lanjut dia, Permen 19/2015 ini tidak dijalankan oleh PLN lantaran dinilai di atas biaya pokok produksi (BPP) perseroan. PLN justru memakai patokan harga sendiri, yakni Rp 1.100xF per kWh sampai tahun ke-8 dan Rp 850xF per kWh untuk tahun ke-9 hingga ke-20. “Waktu itu PLN mengatakan kalau pemerintah sediakan subsidi, PLN ambil (listrik PLTMH),” ujar dia.
Maritje menambahkan, Permen 19/2015 harus diimplementasikan mengingat harga listrik yang ditetapkan dinilai menarik oleh investor. Jika pemerintah bertahan pada harga lama, yakni Rp 950 per kWh dikalikan F, maka tidak akan bisa mendorong investasi pembangunan PLTMH. Harga listrik baru dalam Permen 19/2015 pun sebenarnya sudah dibahas bersama dengan PLN dan pengembang.
Sampai saat ini, diakuinya, belum banyak perjanjian jual beli (power purchase agreement/PPA) untuk PLTMH yang telah diteken.Terdapat sekitar enam proyek yang telah memiliki PPA namun dengan catatan akan dilakukan amendemen begitu pemerintah memberikan subsidi PLTMH.
“Sementara PPA yang diteken sesuai dengan Permen 19/2015 hanya satu,” tuturnya. Perusahaan yang telah PPA ini yakni PT Century Abadi Perkasa untuk PLTMH Lawe Singkap 7 MW di Aceh.
Kementerian ESDM sendiri sampai saat ini telah menetapkan 122 unit pengembang PLTMH. Namun, belum semuanya bakal mendapat subsidi tahun depan lantaran jadwal operasinya masih lama. Dari 122 unit tersebut, pihaknya menetapkan 84 unit PLTMH yang bakal operasi pada tahun depan dan menerima subsidi.
“Kami diskusi dengan Kementerian Keuagan untuk mendapatkan subsidi. Kemudian diputuskan pemerintah subsidi Rp 520 miliar,” kata Maritje. Implementasi subsidi itu tinggal menunggu persetujuan Badan Anggaran DPR RI.
Dia berharap, pasca adanya subsidi ini, PLN tidak akan berlama-lama meneken PPA PLTMH. Pasalnya, hanya beberapa pengembang memang mendapat lokasi mudah sehingga tidak harus mengucurkan biaya cukup besar. Sementara sebagian besar PLTMH berada di lokasi sulit dan minim infrastruktur sehingga membutuhkan investasi cukup besar.
“Kalau sampai (PLN) tidak mau PPA. Berarti alasan subsidi itu dibuat-buat,” kata dia.
Padahal, jika PPA tidak diteken, maka akan berdampak pada target kapasitas terpasang PLTMH pada tahun depan. Hal ini disebabkan oleh pengembang yang tidak akan mau tanda tangan PPA jika harga listriknya tidak menguntungkan. Padahal, sampai 2023, pemerintah menargetkan pemanfaatan tenaga air mencapai 21 ribu MW.
sumber : ebtke.esdm.go.id