Perbandingan Harga Gas Indonesia dan Negara Lainnya

JAKARTA - Berdasarkan data Kementerian ESDM, harga gas pipa di Indonesia pada tingkat pengguna atau konsumen, tidak jauh berbeda dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand. Harga gas Indonesia rata-rata US$ 8,3 per MMBTU, sedangkan di Malaysia US$ 6,6 per MMBTU dan Thailand US$ 7,7 per MMBTU. Sementara China US$ 15 per MMBTU. Perbedaan ini disebabkan sistem penetapan harganya yang berbeda-beda.

Hal itu dikemukakan Dirjen Migas Kementerian ESDM IGN Wiratmaja Puja dalam diskusi dengan wartawan di Gedung Migas, Senin (24/10).

Dijelaskan Wirat, skema penetapan harga gas di dunia berbeda-beda dan menghasilkan tingkat harga yang berbeda. Saat ini, dengan harga minyak rendah dan harga LNG yang terindeksasi ke minyak, maka negara dengan portofolio impor LNG dan atau harga terindeksasi ke harga minyak, memiliki harga yang lebih rendah. Skema harga ditentukan oleh negara sesuai dengan sistem ekonomi yang dianut. Pendekatan untuk mengelola competitiveness domestik akan memerlukan pendekatan yang berbeda.

Untuk Indonesia, harga gas di konsumen rata-rata sebesar US$ 8,3 per MMBTU, di mana harga di hulu US$ 5,9 per MMBTU, ditambah biaya transisi US$ 0,9 per MMBTU dan distribusi US$ 1,5 per MMBTU. Indonesia menggunakan sistem keekonomian di hulu atau fix price dengan eskalasi.

Sementara Malaysia, harga gas di konsumen rata-rata US$ 6,6 per MMBTU, terdiri dari harga di hulu US$ 4,5 per MMBTU, transmisi US$ 1,6 per MMBTU dan distribusi US$ 0,5 per MMBTU. Negara ini menggunakan skema subsidi. “Bagian untuk negaranya tidak diambil, pakai sistem subsidi,” tambah Wirat.

Di Thailand, harga gas rata-rata US$ 7,5 per MMBTU, terdiri dari harga di hulu US$ 5,5 per MMBTU, transmisi US$ 0,8 per MMBTU dan distribusi US$ 1,2 per MMBTU. Thailand menggunakan skema harga gas di-link ke harga minyak. “Thailand karena dia sebagian besar gasnya impor, di-link ke harga minyak. Kalau harga minyak tinggi, harga gas tinggi. Kalau harga minyak turun, harga gasnya turun,” papar Wirat.

Lebih lanjut Wirat memaparkan, dengan menggunakan skema fix price dengan eskalasi, pada saat ini terjadi anomali di Indonesia di mana harga LNG lebih murah dibandingkan harga gas pipa karena harga LNG ditetapkan mengikuti harga minyak. “Ini kita perlu bahas lebih lanjut karena pada saat kita membangun sistem fix price, tidak dibayangkan harga minyak akan turun sebegitu drastis,” ujarnya. (TW)

sumber : esdm.go.id
Templates Joomla 3.3 BIGtheme.net