Stake Holder ESDM Bahas Persoalan Emisi Gas Rumah Kaca Sektor Energi di Riau

Sejumlah stake holder sektor energi dan sumber daya mineral di lingkungan Provinsi Riau  mengikuti Focus Group Discussion (FGD)- Kegiatan Penyusunan Reference Baseline dan Inventarisasi    Gas Rumah Kaca (GRK) Sektor Energi di Provinsi Riau, Rabu (8/8/2018). Acara berlangsung di aula Dinas  Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Riau.

Focus Group Discussion (FGD)- Kegiatan Penyusunan Reference Baseline dan Inventarisasi    Gas Rumah Kaca (GRK) Sektor Energi di Provinsi Riau diikuti antar lain oleh perwakilan Kementerian ESDM, Dinas ESDM, United Nations Development Programme (UNDP)-MTRE3 Project, Bappeda provinsi Riau, dan sejumlah perusahaan pengembang di bidang energi seperti PT Pertamina, PT PLN (Persero) Wilayah Riau, PT Pertamina (Persero) Cabang Pemasaran Pekanbaru.

Kegiatan ini bertujuan untuk sosialisasi rencana program kepada stakeholders dan lembaga penyedia data di tingkat provinsi, pemaparan Rencana Pelakasanaan Proyek oleh PT Cgar Benter Sakti (CBS) selaku konsultan pelaksana, yang mencakup Penyiapan Inventarisasi GRK sektor energi di tingkat Provinsi dengan pendekatan Sektoral dan rencana kerja, pelaksanaan diskusi untuk menghimpun tanggapan dan masukan dari para pemangku kepentingan dan lembaga inventori data di tingkat provinsi, khususnya mengenai metodologi pelaksanaan kegiatan, dan pengumpulan Data Aktivitas dari lembaga penyedia data sehubungan dengan kegiatan inventarisasi GRK Sektor Energi di Tingkat Provinsi.

Kegiatan ini diharapkan membuahkan kesepakatan mekanisme pengumpulan data dan informasi berkenaan dengan Inventarisasi GRK sektor Energi di Tingkat Provinsi. Selain itu kegiatan ini diharapkan pula mendapat dukungan yang kuat dari stake holder di tingkat provinsi dalam bentuk bantuan administratif pada pelaksanaan program dan pengumpulan data, sehingga terkumpul data aktivitas dari berbagai lembaga penyedia data yang diperlukan dalam inventarisasi GRK Sektor Energi di tingkat provinsi.

Sekretaris Dinas ESDM Provinsi Riau, Astra Nugraha, S. STP, M. Si mewakili Kadis ESDM yang membuka acara tersebut menyambut baik Focus Group Discussion (FGD)- Kegiatan Penyusunan Reference Baseline dan Inventarisasi    Gas Rumah Kaca (GRK) Sektor Energi di Provinsi Riau.

Namun disayangkannya, upaya mengentaskan Emisi GRK selama ini  terkesan sebagai program yang hanya dikenal di kalangan elit, tak menyentuh kalangan awam. Hal ini menyebabkan kegiatan tersebut belum membuahkan hasil maksimal. Pasalnya, penggunaan kata-kata yang tidak mudah dipahami kalangan awam, padahal masyarakat lah yang semestinya turut dalam aksi tersebut.

“Mengentaskan emisi gas rumah kaca semestinya dimulai dari rumah tangga, agar hasilnya lebih maksimal,” ungkap Astra.

Sementara itu, perwakilan United Nations Development Programme (UNDP)-MTRE3 Project, Heri Tabadepu mengungkapkan kegiatan tersebut untuk mendukung pemerintah provinsi untuk mengidentifikasi Aksi Mitigasi Emisi GRK dan membantu mengelaborasinya dalam kebijakan di  provinsi. Riau merupakan satu dari empat provinsi yang menjadi pilot project kegiatan tersebut.

“Riau memiliki potensi Migas yang besar dan berkontribusi untuk pembangunan. Tapi kita sadari bersama Migas akan habis suatu saat. Mulai saat ini kita bisa mulai pelan-pelan mencari sumber energi baru terbarukan sehingga saat energi tak bisa diperbarukan habis, Riau sudah siap,” ungkap Heri. Ditambahkannya, konservasi energi bagi Provinsi Riau bukan hal yang baru. “Sudah ada Resgo. Itu luar biasa, kita support provinsi lain untuk konservasi energi dengan program seperti Resgo yang sudah dilakukan Riau. Itu capaian yang luar biasa,” puji  Heri.

Resgo adalah singkatan Riau Energy Saving Government Office, yang merupakan program yang diluncurkan  Dinas ESDM Riau untuk mendata penggunaan energi di kantor pemerintahan, sehingga  diharapkan bisa menghemat penggunaan energi.   (***)

Jonan: Komposisi Bauran EBT Tetap 23% di Tahun 2025

Pemerintah tetap menjalankan komitmen target bauran energi baru terbarukan (EBT) yang sebesar 23% pada tahun 2025. Demikian dituturkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, di depan anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada rapat kerja yang diadakan di Gedung Nusantara I DPR RI, Kamis (19/7) lalu.

"Komitmen 23% itu kita tidak ubah sampai hari ini, yaitu tetap di tahun 2025," tegasnya.

Komposisi Bauran EBT sebesar 23%, jelas Jonan, terdiri dari sektor pembangkit tenaga listrik dan juga di sektor transportasi. Sampai saat ini, komposisi bauran EBT, khususnya pembangkit listrik, baru mencapai 13%, karena itu menurutnya, mencapai target 23% bukanlah suatu hal yang mudah.

"Menurut saya tidak mudah untuk mencapai 23%. Sekarang ada beberapa hal yang sudah dijalankan yang harapannya nanti mencapai lebih dari 20%," ujar Jonan.

Jonan memiliki keyakinan bahwa target tersebut akan dapat terpenuhi. Ia mengungkapkan Kementerian ESDM telah melakukan beberapa inisiatif untuk mencapai target bauran EBT, yaitu diantaranya adalah dengan mendorong PT. PLN (Persero) dan Independent Power Producer (IPP) untuk masuk ke pembangkit energi terbarukan, seperti pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP).

"Di Jawa Barat, PLN ikut mendukung penuh terkait reform sungai Citarum untuk bisa dimanfaatkan sebagai PLTA baru dan yang sudah ada tidak terganggu. Mengenai geothermal juga, Flores kita dorong untuk menjadi pulau geothermal karena potensinya yang besar, itu semua untuk meningkatkan bauran energi terbarukan," imbuhnya.

Inisiatif lainnya, Jonan telah meminta PLN mengganti seluruh Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dengan total kapasitas 3.200 megawatt (MW) menggunakan 100% minyak kelapa sawit.

"Kalau itu (memakai 100% minyak kelapa sawit) bisa dalam 5 tahun, nanti bauran energi terbarukannya bisa bertambah 5%," jelas Jonan.

Inisiatif baru lainnya adalah penggunaan Rooftop Solar Photovoltaic (PV) atau rooftop panel surya. Jonan mengusulkan untuk menerapkan penggunaan rooftop panel surya kepada konsumen PLN jenis tertentu, seperti rumah tangga golongan 1 (R1) hingga R4 dan juga golongan bisnis.

"Kalau ini ditawarkan ke pelanggan PLN yang golongannya itu R, R1 mungkin sampai R4, dan mungkin bisa golongan bisnis. Mungkin dalam 5-10 tahun bisa nambah 10.000 MW, itu bisa nambah lebih dari 5%, selesai sudah kerjaan saya yang 23%," tutup Jonan.

Sebagaimana diketahui, pemerintah telah mengesahkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT. PLN 2018-2027. Dalam RUPTL tersebut, Pemerintah menetapkan target bauran energi pembangkit hingga akhir 2025, dimana untuk Batubara sebesar 54,4%, EBT 23,0%, Gas 22,2% dan Bahan Bakar Minyak (BBM) 0,4%.

Sumber : Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral / esdm.go.id

Harga Batubara Acuan Juli 2018 Capai USD 104,65 per Ton, Harga Mineral Acuan Secara Umum Naik

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menetapkan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 1892 K/30/MEM/2018 tentang Harga Mineral Logam Acuan dan Harga Batubara Acuan untuk Bulan Juli Tahun 2018. Kepmen tersebut menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) dan Harga acuan untuk 20 mineral logam (Harga Mineral Acuan/HMA).

"Kepmen yang mengatur HBA dan HMA bulan Juli sudah keluar. HBA dan HMA yang telah ditetapkan ini akan digunakan sebagai dasar perhitungan Harga Patokan Batubara dan Mineral di bulan ini." jelas Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (Biro KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi di Jakarta, Rabu (4/7).

HBA Juli 2018 ditetapkan sebesar USD 104,65/ton. "Harga batubara acuan mengalami kenaikan dari bulan sebelumnya, naik sebesar USD 8,04 dari HBA Juni 2018 sebesar USD 96,61/ton," tambah Agung.

Agung menyampaikan, HBA bulan Juli 2018 lebih tinggi daripada bulan sebelumnya salah satunya karena pasar energi global relatif membaik. Selain itu, harga batubara di China pun mengalami kenaikan. "Alasan lainnya adalah karena harga minyak naik, jugapengaruh dari kenaikan permintaan batubara di China dan Eropa Utara," jelas Agung

HBA adalah harga yang diperoleh dari rata-rata Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platss 5900 pada sebelumnya. Kualitasnya disetarakan pada kalori 6322 kcal per kg GAR, Total Moisture 8%, Total Sulphur 0,8% dan Ash 15%.

Sementara HMA komoditas nikel ditetapkan USD 15.067,86/dry metric ton (dmt), naik dari USD 14.102,75/dmt dari HMA Juni 2018. Untuk komoditas kobalt ditetapkan USD 86.321,43/dmt, turun dari USD 90.062,50/dmt dari HMA Juni 2018. Harga timbal naik tipis dari USD 2.452,33/dmt pada HMA Juni 2018 menjadi USD 2.372,19/dmt.

Harga seng naik dari USD 3.098,30/dmt pada HMA Juni 2018 menjadi USD 3.128,57/dmt, sedangkan HMA aluminium turun dari USD 2.301,43/dmt menjadi USD 2.275,45/dmt. Untuk tembaga, HMA Juli 2018 ditetapkan USD 6.996,69/dmt, naik dari USD 6.837,10/dmt pada HMA Juni 2018.

Di samping komoditas mineral di atas, sebagian komoditas mineral mengalami kenaikan harga dan sebagian lainnya mengalami penurunan, daftarnya adalah sebagai berikut.

1. Emas sebagai mineral ikutan: USD 1.295,15/ounce, turun dari USD 1.312,51/dmt dari HMA Juni 2018

2. Perak sebagai mineral ikutan: USD 16,62/ounce, naik dari USD 16,53/ounce dari HMA Juni 2018

3. Ingot timah Pb 300: sesuai harga ingot timah yang dipublikasikan ICDX pada hari penjualan

4. Ingot timah Pb 200: sesuai harga ingot timah yang dipublikasikan ICDX pada hari penjualan

5. Ingot timah Pb 100: sesuai harga ingot timah yang dipublikasikan ICDX pada hari penjualan

6. Ingot timah Pb 050: sesuai harga ingot timah yang dipublikasikan ICDX pada hari penjualan

7. Ingot timah 4NINE: sesuai harga ingot timah yang dipublikasikan ICDX pada hari penjualan

8. Logam emas: sesuai harga logam emas yang dipublikasikan London Bullion Market Association (LBMA) pada hari penjualan

9. Logam perak: sesuai harga logam perak yang dipublikasikan London Bullion Market Association (LBMA) pada hari penjualan

10. Mangan: USD 5,82/dmt, turun dari USD 6,89/dmt dari HMA Juni 2018

11. Bijih Besi Laterit/Hematit/Magnetit: USD 0,76/dmt, turun dari USD 0,78/dmt dari HMA Juni 2018

12. Bijih Krom: USD 3,85/dmt, turun dari USD 4,08/dmt dari HMA Juni 2018

13. Konsentrat Ilmenit: USD 3,76/dmt, turun dari USD 4,16/dmt dari HMA Juni 2018

14. Konsentrat Titanium: USD 10,30/dmt, turun dari USD 10,61/dmt dari HBA Juni 2018

HMA adalah salah satu variabel dalam menentukan Harga Patokan Mineral (HPM) logam berdasarkan formula yang diatur dalam Kepmen ESDM Nomor 2946 K/30/MEM/2017 tentang Formula Untuk Penetapan Harga Patokan Mineral Logam. HMA ini menjadi salah satu variabel untuk menentukan HPM. Variabel penentuan HPM logam lainnya adalah nilai/kadar mineral logam, konstanta, corrective factor, treatment cost, refining charges, dan payable metal.

Besaran HMA ditetapkan oleh Menteri ESDM setiap bulan dan mengacu pada publikasi harga mineral logam pada index dunia, antara lain oleh London Metal Exchange, London Bullion Market Association, Asian Metal dan Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX).

 

Sumber: Kementrian ESDM/ esdm.go.id

ICP Juni 2018 Capai USD 70,36 per Barel, Perkembangan Minyak Dunia Jadi Faktor Utama

Harga Minyak Mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) bulan Juni 2018 bergerak turun sebesar USD 2,10 per barel dibandingkan bulan Mei 2018. Rata-rata ICP minyak mentah Indonesia turun menjadi USD 70,36 per barel dari bulan sebelumnya, yaitu USD 72,46 per barel.

Tim Harga Minyak Mentah Indonesia Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat ada beberapa faktor utama yang melatarbelakangi penurunan harga minyak mentah Indonesia. Pada periode tersebut, perkembangan harga rata-rata minyak mentah utama di pasar Internasional pada bulan turut serta mengalami penurunan, diantaranya: 

- Dated Brent turun sebesar US$2,60/bbl dari US$76,93/bbl menjadi US$74,33/bbl. 
- Brent (ICE) turun sebesar US$1,07/bbl dari US$77,01/bbl menjadi US$75,94/bbl. 
- WTI (Nymex) turun sebesar US$2,66/bbl dari US$69,98/bbl menjadi US$67,32/bbl. 
- Basket OPEC turun sebesar US$1,10/bbl dari US$74,11/bbl menjadi US$73,01/bbl. 

Sebagaimana dilaporkan dalam laporan Organisation Petroleum of the Exporting Countries (OPEC) dan International Energy Agency (IEA) bulan Juli 2018, penurunan ini disebabkan lantaran melemahnya permintaan di negara-negara Non-OECD, Timur Tengah dan Amerika Latin, gejolak politik, penurunan subsidi di Timur Tengah, dan melemahnya perkonomian di Amerika Latin. 

Faktor lain yang mempengaruhi adalah adanya proyeksi atas peningkatan pasokan minyak mentah OPEC maupun negara-negara berkembang non-OPEC. Misalnya, proyeksi IEA, produksi minyak naik 0,2 juta bph dibandingkan proyeksi bulan sebelumnya dari 60,1 juta bph menjadi 60,3 juta bph. Sementara dari OPEC, proyeksinya naik 0,13 juta bph dibandingkan proyeksi bulan sebelumnya dari 59,62 juta bph menjadi 59,75 juta bph.

Sumber : Kementrian ESDM / esdm.go.id

Templates Joomla 3.3 BIGtheme.net